Mengapa Yesus Perlu Menderita dan Mati di Depan Umum?
Tab primer
Transkrip Audio
Selamat Senin pagi, dan selamat datang kembali pada minggu yang baru, angka 499 dalam sejarah kita. Luar biasa! Dan, kita memulai minggu 499 dengan pertanyaan dari seorang pendengar bernama Elizabeth, yang memiliki pertanyaan menarik tentang karya penyelamatan Kristus. "Hai, Pendeta John. Saya mempelajari 1 Petrus, melalui video LAB Anda, dan menggali lebih dalam untuk berbagi dengan sesama ibu rumah tangga di gereja. Pertanyaan saya berkaitan dengan tautan dalam 1 Petrus 1:11, yang diterjemahkan 'sesudahnya'. Saya mencoba untuk menyatukan 'penderitaan Kristus' dan 'kemuliaan sesudahnya.' Tampaknya tidak hanya mengacu pada perkembangan kronologis. Petrus sangat sering menghubungkan penderitaan dan kemuliaan (1 Petrus 1:6-7, 10; 2:12; 3:9, 14; 4:12-15; 5:1, 10).
"Jadi, inilah pertanyaan saya: Apakah Yesus harus menderita di depan umum agar Allah memberi-Nya kemuliaan itu? Tidak bisakah Yesus menjalani kehidupan pengganti yang sempurna, taat hukum, bagi kita dalam isolasi total atau setidaknya dalam keadaan tidak mencolok? Saya tahu dia menjalani pencobaan yang berat sendirian. Jadi, bisakah Dia mati dengan suasana tenang, lalu bangkit, dan mengalahkan maut dan dosa, tetapi tidak dengan penderitaan di depan umum? Atau jika Dia mengalami ini, apakah Dia tidak akan menerima kemuliaan 'sesudahnya'? Apakah Dia harus menderita di depan umum dan mati pada usia muda? Jadi, sekali lagi, apa hubungan 'sesudahnya' antara penderitaan publik-Nya dan kemuliaan kekal-Nya?"
Saya tertarik untuk menjawab pertanyaan ini, meskipun pada satu sisi ini adalah jenis pertanyaan "bagaimana jika" yang tidak benar-benar dijawab oleh Alkitab secara langsung ("Bagaimana jika Yesus menjalani kehidupan yang sempurna, tanpa dosa dan mati secara alami pada usia 85 - dapatkah hidup dan mati itu menyelamatkan kita?"). Alkitab tidak menghabiskan banyak waktu merenungkan kemungkinan itu. Jadi, Anda mungkin berpikir, "Nah, mengapa Anda melakukan itu?" Namun demikian, dalam mencoba untuk menjawab pertanyaan khusus ini dan pertanyaan-pertanyaan seperti itu, kita dituntun untuk merenungkan keajaiban bahwa Allah melakukannya, pada kenyataannya, dengan cara tertentu -- Dia merencanakan agar Anak-Nya menderita secara menyakitkan, di depan umum, secara mencolok -- dan mengapa Dia melakukannya dengan cara itu. Dan, itu sepadan dengan perenungan kita yang serius.
Pembayaran Kristus di Depan Umum
Jadi, ketika saya merenungkan pertanyaan apakah penebusan kita dapat dicapai dengan kesempurnaan Kristus tanpa penderitaan penyaliban di depan umum, saya melihat setidaknya enam alasan yang Alkitab berikan mengapa hal ini tidak dapat terjadi - dengan kata lain, mengapa penderitaan Kristus di depan umum yang mengerikan melalui penyaliban mutlak diperlukan untuk keselamatan kita.
1. Rencana yang Ditetapkan
Alasan pertama dan mungkin yang paling jelas adalah bahwa penderitaan khusus ini telah ditetapkan oleh Allah sebelum dunia dijadikan. Adalah rencana kekal Allah bahwa Putra-Nya menderita dengan cara ini. Kisah Para Rasul 4:27 (AYT): "Sebab, sebenarnya di kota ini telah berkumpul bersama untuk melawan Yesus, hamba-Mu yang kudus, yang Engkau urapi, baik Herodes dan Pontius Pilatus, bersama dengan bangsa-bangsa lain, dan orang-orang Israel, untuk melakukan segala sesuatu yang oleh tangan-Mu dan rencana-Mu telah tentukan sebelumnya untuk terjadi."
Jadi, semua (yang dilakukan) Herodes, Pilatus, para prajurit non-Yahudi yang menancapkan paku dan tombak, dan gerombolan penyalib - semua yang mereka lakukan terhadap Yesus pada jam-jam terakhir itu adalah rencana Allah. Itu telah ditetapkan untuk terjadi. Itu bukan sesuatu yang bisa dilakukan begitu saja. Alternatif hidup santai dan kematian pada usia 85 tahun tidak ada dalam rencana. Itulah alasan pertama. Itu tidak mungkin terjadi.
2. Kitab Suci yang Digenapi
Kedua, penderitaan ini telah dinubuatkan dalam firman Allah -- kitab suci Perjanjian Lama yang tidak dapat dipatahkan. Berkali-kali dalam Kitab-kitab Injil, perincian penderitaan terakhir Kristus dikatakan "supaya genap yang tertulis dalam Kitab Suci" (Matius 26:56; Lukas 22:37, 24:26; Yohanes 13:18; 19:36). Misalnya, "Dia ditikam karena pelanggaran kita" (Yesaya 53:5). Ditikam. Bukan kanker, bukan usia tua, bukan serangan jantung. Dia ditikam karena pelanggaran kita.
Dengan kata lain, penghinaan dan penderitaan Kristus yang mengerikan di depan umum dituliskan sampai ke perincian tentang apa yang akan terjadi pada pakaian-Nya dalam Perjanjian Lama. Jika tulisan itu tidak bisa dipatahkan, maka penderitaan tidak bisa dihindari.
3. Penderitaan yang Sesuai
Ketiga (dan ini lebih dekat ke inti permasalahan), Ibrani 2:10 (AYT): "Sudah selayaknya Ia [garis bawahi kata itu; beri lingkaran merah besar di sekitar kata itu; itu adalah kata yang luar biasa] yang bagi Dia dan melalui Dia segala sesuatu ada -- menyempurnakan Perintis Keselamatan anak-anak-Nya melalui penderitaan, untuk membawa mereka kepada kemuliaan.
Ini sangat mendalam, dan sangat berharga untuk dipelajari dan berjam-jam direnungkan. Keputusan kekal Allah untuk mencapai keselamatan kita melalui penderitaan Kristus tidak sewenang-wenang atau aneh atau tidak berarti, tetapi karena kelayakan, ketepatan, kesesuaian yang mendalam sebagaimana Allah mempertimbangkan segala sesuatu. Itu tepat; itu sesuai; itu pada akhirnya, bisa dibilang, indah. Artinya, itu selaras sempurna dengan semua tindakan dan rencana Allah lainnya. Kita dapat menghabiskan seumur hidup menyelidiki mengapa itu sesuai, tetapi biarlah Ibrani 2:10 berkibar seperti panji besar di atas penderitaan Kristus. Sudah sepatutnya -- benar, baik, sesuai, indah -- di dalam pikiran Allah agar keselamatan kita dicapai dengan cara ini dan bukan dengan cara lain.
4. Kurban Anak Domba
Keempat, kematian Yesus adalah pengorbanan yang disengaja yang diberikan oleh Allah yang mirip dengan persembahan kurban anak domba dalam Perjanjian Lama. Yesus, kata Paulus, adalah "Domba Paskah kita" (1 Korintus 5:7). Jadi, seperti dalam Perjanjian Lama, membiarkan seekor anak domba menjadi tua dalam kawanannya dan mati karena kudis bukanlah sebuah pengorbanan. Bukan begitu cara kerjanya. Anda mengambil anak domba itu dan Anda menyerahkannya dengan sepenuh hati dan dengan sengaja.
Jadi, Kristus menjadi tua di suatu desa terpencil dan kemudian mati bukanlah pengorbanan Allah yang menggorok leher Anak Domba Allah yang berharga. Kata penyembelihan digunakan dalam Wahyu untuk apa yang terjadi pada Anak Domba dan bagaimana Dia menggenapi keselamatan kita. Ada kesengajaan dalam pengorbanan itu. Yesus dipersembahkan di kayu salib sebagai kurban. Ibrani 10:12 (AYT): "tetapi Kristus, setelah mempersembahkan kurban karena dosa, satu kali saja untuk selama-lamanya, Ia duduk di sebelah kanan Allah."
5. Dengan Darah-Nya
Kelima, berulang kali dalam Perjanjian Baru, Kristus dikatakan menyelesaikan pekerjaan penyelamatan-Nya melalui darah-Nya. Misalnya, Roma 5:9 (AYT): "Lebih lagi, setelah dibenarkan oleh darah-Nya." Ibrani 9:22 (AYT): "Tanpa adanya penumpahan darah, tidak akan ada pengampunan." Saya pikir itu cara lain untuk menarik makna kematian Kristus sebagai sebuah pengorbanan.
6. Bahkan Mati di Atas Kayu Salib
Dan akhirnya, yang ke-enam, Filipi 2 menggambarkan penghinaan Yesus dari titik tertinggi kesetaraan dengan Allah, ke titik kematian terendah -- dan kemudian dia menambahkan, "bahkan mati di atas kayu salib" (Filipi 2:8, AYT), sebagai jalan dari yang tertinggi ke yang terendah, sebagai jalan yang Allah hargai dengan peninggian Yesus, tidak hanya untuk hidup baru dalam kebangkitan, tetapi juga untuk pengakuan semua bangsa sebagai Tuhan atas segala tuan.
Walaupun dalam rupa Allah, [Ia] tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, tetapi mengosongkan diri-Nya sendiri, dengan mengambil rupa seorang hamba, menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan manusia, Dia merendahkan diri-Nya dengan taat sampai mati ...
Dan, kemudian kata-kata ini bukanlah kata-kata yang dibuang, karena itu harus menjadi titik terendah untuk menyelesaikan penebusan kita:
... bahkan kematian di atas kayu salib [alat eksekusi yang paling hina, memalukan, dan menyakitkan]. Untuk alasan inilah, Allah sangat meninggikan Dia dan menganugerahkan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus, setiap lutut bertelut -- baik yang di langit, yang ada di bumi, maupun yang ada di bawah bumi -- dan setiap lidah mengaku bahwa Kristus Yesus adalah Tuhan, bagi kemuliaan Allah, Sang Bapa. (Filipi 2:6-11, AYT)
Dalam pikiran Allah, ada jalan menuju kemuliaan bagi Anak-Nya, dan jalan ini adalah kematian yang menyakitkan dan memalukan melalui penyaliban. Itu adalah kedalaman penderitaan, itu adalah aib salib yang Dia tanggung yang merupakan titik terendah yang harus Dia capai agar Allah menghargai Dia dengan jabatan tertinggi sebagai Penebus.
Layak Menjadi Tuhan
Mungkin satu perikop terakhir yang menunjukkan fakta bahwa penyembelihan Anak Domba itulah yang membuat Yesus menjadi penguasa yang layak atas semua bangsa di dunia -- yaitu, Wahyu 5:9-10:
Engkau layak mengambil gulungan kitab itu dan membuka segel-segelnya [dengan kata lain, "Layak Engkau menjadi Penguasa penyingkap sejarah"], karena Engkau telah disembelih [esphages, tidak mati di desa terpencil pada usia 85 tahun], dan dengan darah-Mu Engkau telah menebus orang-orang dari setiap suku, bahasa, kaum, dan bangsa bagi Allah. Dan Engkau telah menjadikan mereka suatu kerajaan dan imam-imam bagi Allah kita, dan mereka akan memerintah atas bumi.
Jadi, saya mau katakan bahwa setidaknya untuk enam alasan itulah kita dapat mengatakan bahwa pemuliaan Yesus Kristus dan pencapaian keselamatan kita memang membutuhkan jenis penderitaan yang Dia alami, dan kita akan menyanyikan lagu Anak Domba, Anak Domba yang disembelih, selama-lamanya sebagai penghormatan atas penderitaan itu dan keselamatan kita. (t/Jing-Jing)
Diterjemahkan dari: | ||
Nama situs | : | Desiring God |
Alamat situs | : | https://desiringgod.org/interviews/why-did-jesus-need-to-suffer-and-die-publicly |
Judul asli artikel | : | Why Did Jesus Need to Suffer and Die Publicly? |
Penulis artikel | : | John Piper |