Apakah yang dimaksud dengan PASKAH?
Tab primer
Kita seringkali bingung menentukan apakah yang dimaksud dengan Paskah itu adalah hari Jumat (kematian Kristus) ataukah pada hari Minggu (kebangkitan Kristus). Kebingungan kita akan bertambah dengan kemunculan 1 istilah yang lain, Jumat Agung, untuk merujuk pada perayaan kematian Kristus di kayu salib. Sebenarnya bahasa Inggris lebih jelas membedakan peristiwa kematian dan kebangkitan Kristus dengan 2 istilah yaitu passover (untuk kematian Kristus) dan easter (untuk kebangkitan Kristus).
Dalam artikel berseri ini, kita akan mempelajari beberapa kata terkait dengan mempergunakan istilah bahasa Inggris (Passover, Easter dan Good Friday) karena lebih jelas perbedaannya.
Passover
Ide kata bahasa Inggris passover berasal dari bahasa Ibrani pesah yang artinya ‘pass/skip over’ (melewati). Latar belakang pengambilan istilah ini berasal dari Keluaran 12:27 “ ….It is the PASSOVER sacrifice to the LORD, who passed over the houses of the Israelites in Egypt and spared our homes when he struck down the Egyptians….” (Itulah korban Paskah bagi TUHAN yang melewati rumah-rumah orang Israel di Mesir, ketika Ia menulahi orang Mesir…).
Istilah pesah juga merujuk pada anak domba yang dipergunakan sebagai korban sembelihan pada hari Paskah. 4 hari sebelum bangsa Israel keluar dari Mesir, mereka diperintahkan untuk menyimpan seekor anak domba. Pada tanggal 14 bulan Nisan, mereka harus menyembelih anak domba tersebut dan darahnya harus disapukan di pintu rumah mereka. Tengah malam menjelang tanggal 15, mereka berkumpul bersama keluarga masing-masing untuk makan domba yang sudah disembelih sementara Tuhan menghukum mati putra-putra sulung orang Mesir.
Melalui peristiwa ‘terlewatinya’ bangsa Israel dari penghukuman Tuhan terhadap anak sulung orang Mesir, Tuhan memberikan perintah kepada mereka untuk memperingati Paskah (Kel. 12:24-28) setiap tahunnya menurut waktu yang ditentukan oleh Tuhan (Im. 23:5; Bil. 9).
Perayaan Paskah menjadi begitu penting dalam teologi orang Kristen karena menurut Injil Sinoptik, Perjamuan terakhir Yesus dan murid-murid-Nya berupa makan Paskah pada tanggal 15 Nisan. Pada malam itu juga Yesus ditangkap dan esok harinya disalibkan. Terlepas dari segala perdebatan tentang kronologi penyaliban Yesus, maka pandangan tentang Yesus sebagai anak domba Paskah yang tersembelih menjadi motif yang sangat popular dalam Perjanjian Baru (utamanya Injil Yohanes) dan perkembangan gereja selanjutnya (bandingkan: 1 Korintus 5:7).
Dalam gereja Katolik, peristiwa perjamuan terakhir dan penyaliban Kristus merupakan cikal bakal lahirnya Ekaristi Kudus. Dalam liturgy ibadah itu, jemaat biasanya mengumandangkan “Kristus, anak domba Paskah itu, telah berkorban untuk kita; oleh karena itu kita harus tetap merayakan perayaan ini” bersamaan dengan tindakan simbolis berupa memecahkan roti (lambing tubuh Kristus yang terkoyak). Selanjutnya peryaan Paskah ini mencapai puncaknya pada perayaan yang disebut dengan Holy Week (Minggu Kudus) dan Easter (kebangkitan Kristus). Kebangkitan Kristus merupakan simbolisme pembebasan umat manusia dari perbudakan dosa.
Easter adalah salah satu perayaan religi Kristen yang penting, yang biasanya dirayakan pada bulan Maret, April atau Mei untuk merayakan kebangkitan Kristus. Easter berhubungan dekat dengan Passover bukan hanya karena arti simboliknya, melainkan juga karena posisinya dalam kalender. Injil Yohanes yang menyatakan bahwa kematian Kristus terjadi pada saat penyembelihan domba Paskah (Yoh13:1; 18:28,39; 19:140) menjadi salah satu alasan teologis untuk menghubungkan Passover dan Easter.
Etymology
Kata easter merupakan kata Inggris (Jerman: Ostern) yang secara etimologi (ilmu tentang asal usul kata) tidak berhubungan dengan kata Ibrani pesah. Penyebutan Easter atau Ostern berhubungan dengan kata kuno untuk bulan April, Eostremonat dan Ostaramanoth. Menurut biarawan dan sejarah abad 8, Bede, dalam bukunya De Temporum Ratione, bulan April (Eostremonat) merupakan bulan yang didedikasikan untuk menyembah dewi kesuburan kafir, Eostre. Namun beberapa sarjana (Ronald Hutton, P.D. Chantepie de la Suassaye, Elizabeth Freeman) menyatakan bahwa pendapat Bede itu tidak memiliki fakta tertulis. Menurut mereka, kemungkinan Bede hanya mengasumsikan keberadaan dewi itu berdasarkan nama bulan. Menurut sarjana lainnya, status Bede sebagai “the Father of English History”, yang pernah menjadi penulis sejarah Inggris yang penting, kemungkinan kurang menyebutkan kisah penyembahan terhadap dewi tersebut yang sudah tidak lagi berlangsung pada jaman Bede hidup.
Jakob Grimm dalam karyanya Deutsche Mythologie (1835) menuliskan bahwa secara etimologi, Ostaramanoth berhubungan dengan Eostremonat dan dengan berbagai tulisan tentang sejarah dan kebiasaan yang berhubungan dengan dewi Ostara di Jerman. Sekali lagi, karena kurangnya dokumen tertulis, utamanya dengan dewi Ostara, maka pandangan Grimm ini masih terus dipertanyakan. Malahan ada yang menyatakan bahwa pandangan dan usaha Grimm untuk mengumpulkan tradisi oral hanya disebabkan karena kurangnya bukti yang mengarah dan mendukung pendapatnya, misalnya tentang usaha Grimm menghubungkan Osterhase (Easter Bunny) dan Ester Eggs dengan dewi Ostara/Eostre.
Beberapa sarjana lainnya menghubungkan Eostre dengan dewi orang Kasdim, Ishtar, yang digambarkan sebagai ratu sorga. Hal ini semakin didukung dengan pengakuan bahwa penyembahan terhadap Bel dan Ishtrar dulunya juga diperkenalkan kepada orang Inggris. Selain itu tradisi makan ‘hot cross buns’ (sejenis roti manis yang terbuat dari kismis dan beragi, pada bagian atasnya terdapat hiasan berbentuk salib) pada Good Friday (Jumat Agung) dan tradisi telur yang dicelupkan (dihias) yang terus dilakukan orang Inggris merupakan gambaran ritual orang Kasdim yang terus dilakukan hingga sekarang. Namun masalahnya adalah dimana saja Ishtar dikenal atau disembah, tidak pernah ada bentuk nama yang berhubungan dengan Easter dipergunakan.
Dalam bahasa Inggris kuno (Old English), kata ‘Easter’ merupakan nama Dewi Fajar yang perayaannya diadakan karena berhubungan dengan musim semi dimana jumlah jam malam dan siang hari sama. Perayaan terhadap Dewi Fajar ini dipercayai sebagai bentuk tanggung jawab terhadap kelinci, anak ayam dan telur.
Satu-satunya sumber utama dan pertama yang masih ada yang merujuk pada perayaan Easter adalah tulisan karya Melito dari Sardis (abad ke-2 M). Karya itu menggambarkan perayaan Easter sebagai suatu bentuk perayaan yang sangat bagus.
Menurut sejumlah sejarawan gerejawi (Eusebius, Polikarpus dari Smirna), seorang murid rasul Yohanes, Polikarpus, berselisih paham tentang penanggalan gerejawi dengan bishop Anicetus dari Roma (Quartodecimaniasm Controversy). Anicetus menjadi bishop gereja Roma pada pertengahan abad ke-2 M (155). Tidak lama setelah itu Polikarpus mengunjungi Roma dan memperdebatkan banyak topik, salah satunya adalah menentukan kapan puasa sebelum Easter harus berakhir. Orang-orang Asia berpegang pada penanggalan Yahudi yaitu pada tanggal 14 bulan Nisan; sementara orang Roma berpegang bahwa puasa itu terus berlangsung hingga hari Minggu berikutnya. Mereka masing-masing tidak mau mengalah dan membiarkan perdebatan itu berakhir tanpa hasil.
Beberapa waktu selanjutnya bishop Victor dari Roma mengasingkan Bishop Polikarpus dari Efesus dan beberapa bishop dari Asia yang tetap berpegang pada penanggalan 14 bulan Nisan. Namun pengasingan tersebut dihentikan dan kedua kubu berdamai karena intervensi bishop Irenius dari Lyons, yang mengingatkan Victor tentang toleransi masa lalu yang seharusnya dijadikan teladan. Akhirnya, metode penghitungan yang seragam (walaupun masih tidak seragam di beberapa gereja) tentang Easter diresmikan hingga berlangsungnya Konsili Nicea 325.
Beberapa bishop menolak pelaksanaan Easter atau Passover pada minggu pertama setelah tanggal 14 bulan Nisan. Konflik antara Easter dan Passover ini terkenal dengan Paschal Controversy. Para bishop yang menolak penanggalan baru Easter lebih memilih melaksanakan perayaan Easter pada 14 bulan Nisan karena sesuai dengan Kitab Suci dan tradisi yang dilaksanakan para rasul. Namun beberapa gereja Barat (yang selanjutnya menghubungkan hari Minggu dengan Easter) menyatakan kesulitan penggunaan tanggal yang tepat dari 14 bulan Nisan. Jika Easter dilaksanakan setiap tanggal perhitungan Yahudi tersebut, maka Easter bisa jatuh pada hari apa saja (karena berdasarkan lunar calendar).
Menjelang abad ke-3, gereja yang didominasi oleh orang-orang non Yahudi mengharapkan suatu bentuk perbedaan dari orang Yahudi. Salah satu bentuk pengejawantahannya adalah penolakan yang keras terhadap Passover yang diadakan pada tanggal 14 bulan Nisan. Jika banyak orang Kristen di Asia kecil masih merayakan kematian Kristus pada tanggal 14 bulan Nisan (=tanggal perayaan Paskah orang Yahudi yang menyembelih domba Paskah mereka), maka sebagai kontrasnya gereja-gereja barat dan Roma menekankan pada kebangkitan Kristus daripada kematian-Nya sebagai bentuk perayaan Paskah mereka. Mereka merayakan Paskah setiap hari Minggu. Selanjutnya pada Konsili Nicea I (325 m) dinyatakan bahwa perayaan Paskah orang Kristen dirayakan tidak bersamaan dengan penanggalan yang dilakukan orang Yahudi. Keputusan ini bukan merupakan bentuk anti-Yahudi namun merupakan suatu pengakuan bahwa Passover telah di-kristen-kan. Dari ketidakseragaman pendapat, gereja-gereja Barat mengikuti peraturan Konsili Nicea, yaitu bahwa Easter tidak dirayakan pada tanggal yang bersamaan dengan orang Yahudi yang merayakan Paskah, melainkan pada minggu pertama setelah 14 hari pertama dari lunar calendar yang biasanya jatuh pada tanggal 21 Maret atau sesudahnya.
Bandingkan penanggalan Easter dari Gereja Barat dan Timur:
Tahun | Gereja Barat | Gereja Timur |
2000 | 23 April | 30 April |
2001 | 15 April | 15 April |
2002 | 31 maret | 5 Mei |
2003 | 20 April | 27 April |
2004 | 11 April | 11 April |
2005 | 27 Maret | 1 Mei |
2006 | 16 April | 23 April |
Nama situs | : | Reformed Exodus Community |
Alamat URL | : | http://rec.or.id/article_612_Apakah-yang-dimaksud-dengan-PASKAH |
Judul asli artikel | : | Apakah yang dimaksud dengan PASKAH? |
Penulis | : | Pdt.Yakub Tri Handoko, Th.M |
Tanggal akses | : | 20 Maret 2017 |